Selasa, 05 Maret 2013

Luxor: Napak Tilas Peninggalan Fir’aun yang Mencengangkan (Part IV)




Telfon kamar hotel berdering nyaring, dengan keadaan setengah sadar saya angkat gagang telfon merah yang tidak jauh dari tempat tidur, terdengar suara dari telfon “Good morning sir, Breakfast is ready”, ternyata telfon dari resepsionis.
Rasa ngantuk pun tiba-tiba hilang ketika melihat jam menunjukkan pukul 01.15, bergegas ke kamar mandi dan secepatnya mempersiapkan diri. Hampir semua perserta tour sudah siap dan selesai sarapan ketika saya sampai di restoran, memang jadwal sarapan hari ini jam 01.00 dini hari karena akan menempuh perjalanan yang cukup jauh.
Pukul dua dini hari bus mulai bergerak, kemudian berhenti di area kantor polisi yang tidak jauh dari hotel. ternyata untuk mencapai obyek wisata yang pertama hari ini yaitu Abu Simbel, bus harus melewati padang pasir yang sangat luas dan berbahaya, serta membutuhkan pengawalan dari pihak keamanan karena sering terjadi serangan atau teror dari kelompok-kelompok yang tidak bertanggung jawab.
Kami tidak sendirian, terhitung ada 10 bus lebih dan beberapa mobil travel bersama kami, sekitar pukul Tiga dini hari bus bergerak beriring-iringan sampai tempat tujuan layaknya konvoi yang dikawal ekstra ketat oleh pihak keamanan.


Ditengah-tengah perjalanan alarm handphone berbunyi menandakan telah masuk waktu sholat subuh, di atas kursi saya langsung sholat karena masih punya wudlu yang saya ambil ketika berhenti di kantor polisi tadi.
Ketika yang lain sedang asyik menikmati tidurnya, saya malah siap beraksi dengan mengeluarkan kamera dan duduk paling depan disamping supir bus, tidak lama matahari mulai muncul sedikit demi sedikit, tak henti-hentinya kamera ini mengabadikan momen indah nan langka tersebut.
sekitar jam 09.00 kami sampai di lokasi Abu Simbel. Abu Simbel adalah sebuak kuil raksasa yang terletak di atas penampungan air danau Naseer, 290 kilometer baratdaya kota aswan, Dibagian depan kuil terdapat Dua pasang patung raksasa dengan tinggi masing-masing lebih dari 20 m (sekitar 65 kaki) yang dibangun pada masa Ramses II, yaitu patung raja Ramses II dan permaisuri Nefertari, patung ini menjadi simbol kemenangan perang pada abad ke-13 SM, konon, awalnya patung ini adalah sebuah gunung yang dipahat hingga menjadi Dua pasang patung raksasa.
Ketika di bangun High Dam di Mesir, untuk pengaturan sungai Nil, cagar alam yang merupakan bagian dari proyek pemeliharaan UNESCO ini telah dipindahkan dari tempat Aslinya, yaitu di naikkan hinga 70 meter dari lokasi aslinya, kalau tidak begitu maka Danau Naseer sebagai penampung air Dam aka menenggelamkan patung Abu Simbel. UNESCO pun memprakarsai pemindahan patung ini pada tahun 1964. Sebab begitu besarnya patung ini, cara pemindahanya pun bisa dikatakan sangat unik, patung yang terbuat dari batu gunung ini dipotong hingga menjadi 30 ribu potong, lalu dipasang kembali ditempat yang sekarang.


Di sebelah Utara kuil terdapat Kuil lagi yang dinamai Abu Simbel kecil,  Ia diukir pada batu atas perintah Ramses II dan ditujukan kepada dewi Hathor, dewi cinta dan kecantikan, dan juga kepada isteri kesayangannya, Nefertari. Bagian depan dihiasi oleh enam patung, empat Rameses II dan dua Nefertari; yang luar biasa adalah keenam patung tersebut sama tinggi, yang menunjukkan layaknya Nefertari dipuja. Dinding timur mempunyai ukiran tulisan menunjukkan Rameses II membunuh musuh dihadapan Ra-Harakhte dan Amun-Ra.Gambaran dinding lain menunjukkan Rameses II dan Nefertari memberi korban kepada dewa-dewa.
Botanical Garden menjadi tujuan selanjutnya, Sebuah kebun rindang yang ditanami pohon-pohon dari berbagai Benua.Tempatnya yang menarik, disebuah pulau kecil ditengah-tengah sungai Nil.
Untuk pencapai kebun itu harus menggunakan perahu layar atau perahu boat. Kebun itu sangat tidak istimewa bagi saya dibandingkan kebun yang ada di Indonesia, akan tetapi tempatnya yang berada ditengah-tengah Nil membuat kebun itu sangat berbeda, lalu lalang perahu layar dan boat cukup untuk membuat saya berlama-lama menikmati indahnya pemandang ini.


Setelah cukup puas berada di Botanical Garden, kami menggunakan perahu boat menlanjutkan perjalanan ke kampung nubia. Perjalanan yang sangat menyenangkan dan memanjakan mata, bagaimana tidak, menyusuri sungai Nil yang biru, tidak jarang ditengah-tengahnya terdapat bebatuan besar yang memperindah sungai, padang pasir yang lembut, pohon-pohon yang menghijau, perahu layar putih dan burung-burung yang terbang kesana-kemari membuat kami sangat nyaman seperti merasakan keindahan alami yang sesungguhnya.
Setelah lama di perahu, akhirnya sampai juga. banyak para turis yang sudah disana sebelum kami datang, kami serombongan masuk kedalam salah satu rumah penduduk, didalamnya terdapat Tiga buaya yang masih hidaup didalam jeruji, tidak lama setelah itu tuan rumah keluar sambil membawa Dua teko minuman yaitu karede dan Teh Mind.
Saya cukup kesulitan memahami percakapan antara warga Nubia, hanya penyebutan bilangan saja yang saya mengerti, meski begitu mereka cukup ramah dan bersahabat. konon dulu ketika terjadi peperangan bahasa suku nubia ini yang menjadi bahasa isyarat kala itu.
Meski sudah banyak tempat wisata yang telah membuat kami puas, ternyata masih belum habis sampai disitu, besoknya akan menjadi hari terakhir sekaligus penutup keindahan jalan-jalan di Luxor dan aswan.
dengan menggunakan perahu boat kami kembali dari kampung nubia sambil menikmati Sunset yang kemudian disambung dengan taksi sampai depan hotel sarah. 


Sumber :  Kompasiana.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Hot Sonakshi Sinha, Car Price in India